Mungkin pembaca bertanya untuk apa sebuah masa lampau atau
sebuah kerajaan kecil seperti Laikang diangkat ceritanya kembali ? apakah ini
menguntungkan secara sosial ekonomi dan politik maupun hal lainnya? atau
mungkin ada yang lebih menggelitik pertanyaannya, mengapa orang-orang terdahulu
mendirikan sebuah Kerajaan?
Ketika kita mempelajari etika, kerjasama dan
hubungan kekerabatan orang-orang terdahulu maka kita akan mendapati nilai-nilai
social yang begitu agung, dari keagungan moral orang terdahulu umumnya
pendahulu suku Makassar sehingga sampai saat ini masih kita kenal kata
sipakainga, (Saling mengingatkan) sipakatu (saling memanusiakan sesama manusia)
dan sipakalabbiri (Saling menghargai). Dan hubungan kerjasama sosialnya masih
sering kita dengar dengan istilah gotong royong yang dibeberapa tempat hal ini
mulai mengikis, ini nilai-nilai sosialnya, lalu dari sisi politisnya kita bisa
belajar bahwa kekuasaan itu tidak langgeng kekuasaan itu selalu dironrong oleh
keadaan oleh karenanya kita bisa memetik pembelajaran bahwa ketika kita menjadi
pemimpin maka memimpinlah secara jujur dan adil jika tak mampu maka mundurlah
seperti yang dikisahkan oleh raja ke 4 Laikang Ma'minasa Daeng Roso
Lalu bukan tidak mungkin sejarah yang dibangun
secara apik akan menjadi daya tarik tersendiri untuk semua pihak terutama pihak
pemerintah, jika kemudian peninggalan sejarah ini bisa dijadikan cagar budaya
yang bisa menarik banyak orang berkunjung ke Laikang maka secara ekonomi bisa
menambah pundi-pundi pendapatan desa
Lalu untuk apa orang-orang terdahulu membangun
Kerajaan? Kalau ini dijawab dengan logis oleh Filosof Jerman, Fridriech Wilhelm
Nietzche bahwa semua orang memiliki Will To Power (Hasrat Untuk Berkuasa).
Karena keinginan untuk menguasai maka seorang raja mengatur sedemikian rupa
agar tetap bertahta dan memerintah dengan kekuasaan yang ia miliki, demi
langgengnya kekuasaan itu mereka membangun benteng dan prajurit agar bisa
menumpas segala musuh agar hasrat berkuasa itu tetap terpenuhi. Nach,, mungkin
pertanyaan-pertanyaan mendasar kita sudah terjawab, karenanya mari kita ulas
berikut ini Kerajaan yang bernama Laikang semoga menambah referensi kecakapan
intelektual kita agar tahu kesejatian diri bangsa sendiri bukan untuk
dibanggakan tapi untuk dijadikan pembelajaran untuk membangun masa kini dan
masa yang akan datang
PENAMAAN LAIKANG
Laikang saat
ini adalah salah satu desa pesisir yang terletak di ujung barat pantai Sulawesi
selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto sebelah timur, Laut Flores
sebelah selatan, desa Pattoppakang sebelah utara, desa Punaga dan Cikoang
disebelah barat. Dahulu Laikang dikenal
dengan nama Giring-Giring yang diartikan sebagai daerah yang sepi karena memang
Laikang jauh terpencil di pesisir Teluk Laikang, Jauh dari Galesong maupun
Makassar yang pastinya lebih duluan berkembang sebagai pusat perdagangan baik
dari China, Melayu, India dan Persia.
Namun kemudian perkembangan pelayaran dan datangnya
orang-orang luar terutama Eropa ke dunia timur sejak abad ke 16 dan terbukanya
jalur ke Maluku yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah yang menggiurkan menjadikan
Laikang semakin dikenal dan ramai. Nama Laikang sendiri berasal dari Pa' laekang yang artinya persinggahan. Alasan para pelayar singgah di
Laikang cukup berasalan karena Teluknya yang aman di musim barat maupun di musim
timur sehingga sangat memungkinkan bagi mereka yang berlayar di sekitaran laut
Laikang untuk melakukan persinggahan jika cuaca kurang membaik atau terjadi
sesuatu pada kapal mereka.
DIPENGARUHI OLEH DUA ETNIS
Secara umum Laikang dipengaruhi
oleh dua dimensi bangsa yaitu Bangsa Indonesia sendiri melalui pengaruh
Kerajaan Gowa dan Bone, dan Bangsa Arab. Bukti bahwa
Laikang dipengaruhi oleh kerajaan Bone adalah
Makkasaung Ri Langi Raja Ke 5 Laikang berasal dari Kerajaan Bone, yang kita
ketahui bersama bahwa Kerajaan Bone adalah kerajaannya suku Bugis, kemudian
sebagai bukti bahwa kerajaan Gowa juga berpengaruh adalah pada masa tahta
dipegang oleh Compong Leko Daeng Karaeng ( Raja ke 6) Pasukan Laikang membantu
kerajaan Gowa berperan melawan VOC yang dipimpin langsung oleh sang penampuk mahkota kerajaan yaitu Compong
Leko Daeng Karaeng, dari sini jiwa-jiwa pejuang dari Laikang muncul bersamaan
karena seringnya berjuang dengan orang-orang Gowa yang memiliki suku yang sama
yaitu suku Makassar.
Di abad ke 16
penyebaran Agama Islam telah sampai ke Sulawesi Selatan yang pertama kali
dibawa oleh Datuk Ribandang dan Datuk Patimang sehingga di abad 16 itu Raja
Gowa ke 14 Sultan Alauddin menjadikan Islam sebagai agama Kerajaan namun di
beberapa daerah terpencil masyarakat belum mengenal ajaran agama Islam ini,
setelah Syech Jalaluddin datang di awal abad ke 17 yang sempat tinggal beberapa
tahun di Gowa dan punya Murid Fenomenal disana yaitu Syech Yusuf (Tuanta
Salamaka) dan Raja Gowa ke 16 (Sultan Hasanuddin) kemudian hijrah lebih ke
selatan lagi dan masuk ke Sungai Cikoang. Kehadiran Syech Jalaluddin yang
merupakan keturunan ke 27 Nabi Muhammad Saw sungguh sangat memberi pengaruh
besar pada tatanan kehidupan orang Cikoang-Laikang terutama dari segi keyakinan
yang sebelumnya mereka menganut system kepercayaan aminisme.
BERDIRINYA KERAJAAN LAIKANG
Laikang yang semakin maju dan
berkembang pada abad ke 16 (1.500 M) mendirikan kerajaan bernama Kerajaan Laikang, dari
beberapa sumber diketahui bahwa Kerajaan Laikang sudah ada di awal abad 16
dengan raja pertamanya bernama TUNIPASAYYA, dan secara berturut-turut berikut ini adalah nama-nama raja Laikang
dari awal berdirinya hingga sekarang
1 Karaeng Tunipassayya
2 Aru Cina
3 Petta Panggauka
4 Mamminasa Daeng Roso
5 Andi Makkasaung Ri Langi
6 Compong Leko Daeng Karaeng
7 Sayyed Jafar Sadiq (menjadi raja pertama Laikang dari keturunan Sayyed)
8 Sayyed Muhammad Patadang Daeng Ri Boko
9 Sayyed Tikollah Daeng Leo
10 Sayyed Muhammad Cincing
11 Sayyed Muhammad Patadang Daeng Ri Boko
12 Sayyed Manyyingarri.
13 Andi Parawansyah
14 H.Andi Lomba Parawansyah
15 H.Andi Sukwansyah A.Lomba Karaeng Nojeng
Tercatat dari semua
sumber bahwa pada Raja ketiga yakni pada masa pemerintahan PETTA PUNGGAUKA masyarakat
Laikang berada pada kehidupan nan damai sehingga karena tidak ada gejolak
berarti dari masyarakat sehingga PETTAPUNGGAUKA memerintah sampai 30 tahun,
setelah raja ketiga PETTAPUNGGAUKA turun tahta putri beliau bernama MAMINASA DG
ROSO mengambil alih pemerintahan dari ayahnya.
Baca Juga di Punaga beberapa Peninggalan Raja Gowa ke XVI ditemukan
Pada masa kekuasaan MAMINASA DG ROSO terjadi banyak bencana menimpa masyarakat kerajaan Laikang, dan merasa tidak mampu lagi menjalankan pemerintahan MAMINASA DG ROSO menyerahkan tampuk pemerintahan itu kepada Baku Appaka (Pati). Baku Appaka adalah pati atau sekumpulan penasehat kerajaan, tak berselang lama anggota Baku Appaka berdiskusi untuk mengambil tindakan dengan alasan karena kekosongan pemerintahan Baku Appaka segera berangkat ke Bone untuk mencari raja yang dianggap mumpuni untuk memegang tahta kerajaan Laikang. Di Bone Baku Appaka yang berangkat dengan pimpinan rombongan bernama Barumbung dg Ta'le langsung mengadakan Sayembara untuk mencari pemuda yang menurutnya pantas memimpin Kerajaan Laikang
Dalam pencarian yang dilakukan dengan cara sayembara muncullah seorang pemuda yang begitu piawai dan berpakain patonro yang memikat hati tamu dari Laikang yang kemudian salah satu dari rombongan ini mendekati pemuda tersebut untuk bisa berangkat ke Laikang memimpin Kerajaannya namun pemuda itu menyuruh rombongan ini untuk menemui kedua orang tuanya dan setelah rombongan dari Laikang menemui kedua orang tua anak muda tersebut tanpa mengulur waktu keesokan harinya berangkatlah kembali rombongan tersebut dengan menempuh perjalanan laut. Dikabarkan bahwa dalam perjalanan Andi Makkasaung Ri Langi memperlihatkan kembali kesaktiannya dengan hanya tiga kali mendayung perahu Lasareang Kekea sudah sampai ke daratan tanah kerajaan Laikang tempat tersebut bernama Puntondo
Sesampainya
di Tanah Laikang Andi Makkasaung Ri Langi langsung disambut dengan acara adat
yang kemudian diangkat jadi Raja Ke 5 Laikang sekaligus menikahi Ma'minasa
Daeng Roso. Melalui pernikahan tersebut mereka dikarunia tiga orang anak yaitu
:
1.
Compong Leko' Daeng Karaeng
2. Daeng Muntu
3. Ranjabila Daeng Mati'no
Andi Makksaung Ri Langi memerintah beberapa tahun dan pemerintahannya
berjalan dengan baik, dan suatu ketika beliau sudah mau pulang ke Bone lalu
memberikan tahta kekuasaannya kepada Compong Leko' Daeng Karaeng sebagai Raja
ke 6. Dikabarkan bahwa pijakan kakinya yang terakhir adalah di Puntondo dimana
dia pertama kali menginjakkan kakinya di butta Laikang dan berpesan sebelum
pergi bahwa jika saya meninggal dalam perjalanan maka buatkanlah saya kuburan di
tempat ini, sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama Jera'na Karaengta
(makam raja kita)
Pada masa pemerintahan Compong Leko Daeng Karaeng terjadi peperangan di Gowa yang kemudian Sombayya Ri Gowa meminta bantuan kepada raja Laikang, kemudian direspon langsung oleh Compong Leko Daeng Karaeng dan memimpin langsung pasukan ke Gowa, seperti yang kita ketahui bahwa di tahun 1653-1655, 1666-1669 terjadi perang besar di Makassar antara VOC dengan kerajaan Gowa demi mengusai perdagangan di bagian timur Nusantara. Namun sesampainya di Gowa Compong Leko daeng Karaeng malah merasa malu karena Sombayya di Gowa mengatakan "tidak adakah lelaki pemberani dari Laikang sehingga yang memimpin pasukan kesini adalah seorang perempuan".
Sekembalinya dari Gowa Compong Leko
Daeng Karaeng mengumpulkan sanak familinya beserta semua dedengkot kerajaan,
setelah mereka semua berkumpul sang Raja mengatakan bahwa "lipa'lalang
kalengku kualleangi punna niak erok angngallei anne empoangku" (sarung
yang sedang saya pakai akan saya serahkan jika ada yang mau mengambil alih
kedudukanku) dari sela sekumpulan banyak orang angkat tanganlah satu orang
laki-laki gagah perkasa dan mengatakan kesiapannya menjadi raja dan siap
membawa pasukan dan berpeang di Gowa, orang tersebut adalah Sayyed Jafar Syadiq
yang merupakan cucu dari Sayyed Jalaluddin. Kemudian kedudukannya sebagai Raja
ke 7 Laikang membawa pasukan ke Gowa dan
beberapa kali memenangkan peperangan
Setelah berakhirnya kisah peperangan
yang dinahkodai oleh Sayyed Jafar Shadiq tidak ada lagi cerita yang mengesankan
setelahnya namun kerajaan ini tetap langgeng namun bukan lagi sebagai sebuah
organisasi yang menjalankan pemerintahan namun dalam perkara tertentu Kerajaan
ini masih berperan dengan lembaga adatnya yang berpusatdi Cikoang, keberadaan
lembaga adat ini berfungsi untuk mengatur hal-hal yang secara kultural masih
perlu dijaga
Dalam perkembangan zaman selanjutnya Laikang berubah menjadi
Desa. Desa Laikang pertama kali dijabat oleh Kepala Desa bernama Kareng Tonrang
dengan masa jabatan 2 (dua) tahun, kemudian digantikan oleh Daeng Tuan yang
menjabat selama 1 (satu) tahun. Selanjutnya dijabat oleh Tuan Caddy selama
kurang lebih 32 tahun dengan sistem aklamasi atau ditunjuk oleh pemangku adat
(H. Andi Lomba Parawansyah Bin Parawansyah) yakni mulai tahun 1961 hingga tahun
1993.
Sejak tahun 1993 kemudian dimulailah pemilihan kepala desa secara demokrasi yang diikuti oleh 2 calon yaitu Moh. Idris Tuan Nyengka Bin Tuan Caddy dan H. Baso Rowa Bin Tjintjing. Yang kemudian dimenangkan oleh H. Baso Rowa Bin Tjintjing dan menjabat kepala desa sampai tahun 2001. Selanjutnya pada bulan November dilaksanakan lagi pemilihan kepala desa yang dimenangkan oleh Nai Laidi Bin Laidi dan menjabat selama 2 periode (kurang lebih 11 tahun) sampai tahun 2006.
Baca Juga Berwisata sambil Belajar di PPLH Puntondo
Selanjunya pada tahun 2006 kembali
terjadi pemilihan kepala desa yang dimenangkan oleh Sila Laidi Bin Laidi. Sila
Laidi kemudian berhasil menjadi Kepala Desa Laikang selama 2 periode secara
berturut sampai tahun 2018. Setelah masa jabatan kepala desa berakhir pada
2018, maka selanjunya Desa Laikang di pimpin oleh Penjabat Kepala Desa bernama
Syafaruddin, S.Sos, M.Si yang menjadi sampai Mei 2020 dan digantikan oleh Amir,
S.Sos selaku Penjabat Kepala Desa Laikang.
Nama
– Nama Kepala Desa yang pernah menjabat di Desa Laikang
No |
Nama
Kades |
Periode
|
Status
|
Durasi
|
1 |
Kareng Tonrang |
1958 - 1960 |
Penunjukan |
2 Tahun |
2 |
Daeng Tuan |
1960 - 1961 |
Penunjukan |
1 Tahun |
3 |
Tuan Caddy |
1961 - 1993 |
Penunjukan |
32 Tahun |
4 |
H. Baso Kr Rowa |
1993 - 2001 |
Defenitif |
8 Tahun |
5 |
Nai Laidi |
2001 – 2012 |
Defenitif |
11 Tahun |
6 |
Sila Laidi |
2012 – 2018 |
Defenitif |
6 Tahun |
7 |
Syafaruddin, Sos, M.Si |
2018 - 2020 |
Penjabat |
1,5 Tahun |
8 |
Amir, S.Sos |
2020 - 2021 |
Penjabat |
1,5 Tahun |
9 |
Nursalim Dg Lingka |
2021-2026 |
Defenitif |
6 Tahun |
Saat ini desa Laikang menjadi desa
yang terbuka dengan berbagai keadaan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
social yang ada sejak dahulu, meski sebagian sudah terkikis, di Laikang secara
ekonomi saat ini sangat diuntungkan dengan naiknya harga komoditas perikanan
seperti rumput laut dan lobster yang
kemudian pula merubah pola hidup
sebagian dari mereka
Saat ini Laikang dipimpin oleh seorang kepala desa yang dipilih secara demokratis bernama Nursalim Dg Lingka salah satu misiya adalah membuat situs sejarah Kerajaan Laikang